MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) MA'ARIF KEJI BERWAWASAN GLOBAL BERAKHLAQ SALAFY VISI TERWUJUDNYA GENERASI YANG BERTAQWA KEPADA ALLAH SWT. UNGGUL DALAM ILMU, KREATIF DAN BERBUDAYA MENILIK SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA - MI KEJI
Headlines News :
Home » » MENILIK SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA

MENILIK SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA

Written By Madrasah Ibtidaiyah Ma'arif Desa Keji on Rabu, 02 Juni 2010 | 17.52

MENILIK SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
Pendidikan adalah alat kesadaran bagi setiap manusia untuk menemukan jati dirinya. Dengan pengetahuan yang dimiliki, manusia mampu menjawab kegelisahan yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu peran ilmu pengetahuan (pendidikan) layak mendapat porsi pertama dalam hirarkhi kesadaran manusia.
Apa bila mengacu paradigma pendidikan yang di bangun oleh Paulo friere (tokoh pendidikan berkebangsaan brazil) akan kita temukan betapa pentingnya pendidikan bagi keberlangsungan hidup manusia hingga ia pun mencoba membagi kesadaran manusia atas kondisi social menjadi 4 bagian :
1. Kesadaran naïf, yiatu kesadaran manusia menganggap bahwa kejadian social yang sedang di alami adalah kehendak Tuhan dan tidak ada sebab yang menyebabkan kondisi kita sedemikaian rupa.
Dalam hal ini banyak kita temukan warga Negara Indonesia yang masih berada pada tahapan kesadaran ini terlebih lagi pada masyarakat yang tinggal di pedesaan yang mengatakan bahwa apapun yang terjadi adalah karena dewa yang menyebabkannya.
2. Kesadaran apatis, yaitu kesadaran manusia yang menganggap bahwa kejadian social yang terjadi antar satu dengan yang lian tidak ada hubunganya, oleh karena itu sangat tidak elegan apabila kita mencampuri kejadian-kejadian tersebut.
Kesadaran ini biasanya berlaku bagi masyarakat yang hidup di perkotaan, yaitu dimana mereka menganggap sebagai mahluk individu dan tidak memiliki keterlibatan pada perubahan social yang ada.
3. Kesadaran kritis yaitu kesadaran manusia yang terbangun akan pengetahuanya, akan tetapi kesadaran yang terbangun tidak menjadi embrio perubahan karena ilmu pengetahuan hanya di anggap sebagai kekayaan alam berpikir manusia. Secara singkat kesadaran ini hanyalah kesadaran just ingin tahu.
4. Kesadaran kritis parkatis yaitu kesadaran manusia sebagai mahluk social dan individu yang merasa kejadian social yang ada adalah juga karena akibat dari perbuatanya. Oleh karena itu kesadaran ini mengantarkan manusia sebagai tenaga perubahan. Adapaun perubahan yan dimaksud adalah gagasan manusia akan daya kritisismenya yang dipraktekan. (hal demikian juga terdapat dalam buku Nahjul Balaghoh-Imam Ali Bin Abi Thalib)
Dalam hirarkhi empat kesadaran di atas kita temukan kesadaran pada point empat dimana dalam point tersebut menekankan perubahan social berdasarkan kritisnya manusaia dalam menanggapi segala hal. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana di Indonesia dapat menciptakan tenaga-tenaga pembaharu yang kritis apabila pendidikan Indonesia berkutat point-point berikut :
- Masih mengedepankan pendidikan yang bersifat tekhnis administrative? Ya… walau kita sadari bahwa hal itu penting, tapi bukan berarti pentingnya administrasi menghilangkan esesnsi pendidikan yaitu menciptakan tenaga pembaharu baru.
- Tidak mampu menjadi representasi kondisi yang ada. Yaitu bahwa Indonesia adalah Negara yang berbasiskan atas budaya dalam hal kebangsaan, berdasarkan atas agrarian dan maritim dalam hal ekonomi dan kerakyatan dalam hal berpolitik maka seharusnya pendidikan yang terbangun adalah pendidikan yang berorientasi pada kondisi sekitar tidak mengacu pada orientasi pendidikan barat.
- Pendidikan Indonesia terarah pada penciptaan praktisi-praktisi baru, yaitu hanya menciptakan tenaga pelaksana bukan pencipta.
- Pendidikan Indonesia terjebak pada paradigma primordial pendidikan, yaitu bagi orang-orang yang memiliki jabatan maka keluarganya akan mendapat pendidikan yang layak, akan tetapi bagi anak petani atau tukang becak maka pendidikan yang di dapat adalah pendidikan rongsokan (hanya jadi formalitas belaka)
- Pendidikan Indonesia terjebak pada mode pendidikan ekonomistis, yaitu bagi pelajar yang merasa mahalnya pembayaran SPP maka setelah usai belajar mereka harus menerima imbalan yang seimbang dengan biaya SPP yang dikeluarkan.
- Masih banyak fenomena pendidikan Indonesia yang di rasa penulis harus di perbaharui semisal dikotomi pendidikan dll.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “KENAPA ITU TERJADI ?” marilah sejenak kita alihkan perhatian kita pada sejarah pendidikan Indonesia.
Fase I (Fase Kerajaan)
Pada fase ini pendidikan dilaksanakan hanya sebatas di wilayah kerajaan, yaitu dimana sang raja mengundang pendeta “guru” untuk mengajari berbagai bidang ilmu pada anaknya dan para abdi dalemnya (pembantu-pembantu raja). System pendidikan ini dilaksanakan karena raja membutuhkan sang penerus kerajaan yang di rasa cakap memimpin, maka tak salah ilmu yang dikuasai sebatas ilmu politik dan ilmu berperang. Adapun beberapa ilmu lain seperti sastra agama dll maka akan di dapatkan oleh anak raja apabila ia keluar dari kerajaan dan berguru pada pendeta yang tinggal di pedalaman.
Orientasi pendidikan yang terbangun pada masa ini adalah bagaimana tercipta satu tenaga baru yang siap mengganti para pemimpin.
Fase II (Fase Penyebaran Agama Islam)
Pada fase ini para pemuka agama Islam, bekerja keras menciptaka satu system pendidikan untuk melanjutkan perjuangan penyebaran agama Islam. Pada fase ini para pemuka agama Islam berhasil menciptakan wadah-wadah pendidikan yang sering kita sebut sebagai pendidikan pondok pesantren.
Pada masa ini yang terbangun adalah pendidikan pondok pesantren yang mampu manjadi wadah transformasi social dimana diwujudkan pada keharusan setiap peserta didik harus menjadi mubaligh baru setelah tamat belajar di pondok pesantren.
Fase III (Fase Pendidikan Kolonial)
Pada fase ini kita temukan pendidikan yang di buat oleh pemerintah hindia belanda dengan kebijakanya pemberlakuan Politik Etis (balas budi) “Emigrasi, Irigasi, dan EDUCATI”. Sepintas kata yang terpakai adalah kata yang indah tapi ternyata dibalik kata tersebut terdapat satu penindasan pendidikan yang banyak tidak di sadari oleh warga Negara kita pada saat ini.
Sesungguhnya didirikanya sekolahan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk rakyat Indonesia hanya untuk menciptakan tenaga-tenaga teknisi murah dari Indonesia. Sekolah yang diselenggrakan hanya terbatas pada pembelajaran baca tulis, dan apa bila sudah diketemukan rakyat yang bias membaca dan menulis maka dijadikanya sebagai mandor kebun, mandor pabrik dan tenaga administrative lainya, itu karena tenaga dari Indonesia lebih murah dari pada tenaga yang datang dari negeri belanda sendiri.
Memang ada beberapa mata pelajaran ilmu bumi dan lain sebagainya seperti pelajaran yang ada sampai hari ini, akan tetapi pelajaran tersebut hanya ada pada sekolahan bagi para bangsawan atau orang yang mampu dalam hal materi, adapun bagi warga yang tidak mampu maka baginya cukup pelajaran membaca dan menulis.
Dalam fase ini tercipta satu pendidikan yang berbeda jauh dengan kondisi local Indonesia, yaitu dalam bidang budaya, ekonomi, keagamaan dll. Tahapan pendidikan kelas mulai diciptakan hingga harus ada standar nilai kenaikan kelas, inilah kenapa pendidikan saat ini lebih memilih menilai siswa dari nilai yang hasilkan bukan dari kegigihan atau bakat yang lain.
Pada fase ini juga tercipta materi pendidikan atau kurikulum pendidikan yang di bawa dari belanda. Ini terjadi karena banyaknya warga eropa yang berada di Indonesia dan harus mendapat pendidikan yang layak hingga harus diciptakan sekolahan-sekolan yang dapat mewadainya, inilah kemudian yang dijadikan sebagai kurikulum pembelajaran pendidikan saat ini dan tentu saja kurikulum tersebut dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia di pandang dari kondisi local.
Fase IV (Fase Setelah Kemerdekaan)
Fase pendidikan setelah kemerdekaan sampai saat ini sebenarnya tidak jauh berbeda, yiatu masih mengimpor pendidikan ala belanda dan belum mampu menciptakan pendidikan yang sesuai dengan kondisi ke-indonesiaan.
Uraian diatas adalah uraian yang belum lengkap, akan tetapi dapat dijadikan gambaran dalam membedah pendidikan Indonesia dari fase-ke fase.
*Solikhul Muttaqin
Pendamping OPM (organisasi penerbitan madrasah)-MI Ma’arif Desa Keji
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

LANGUAGE

logo

logo

Statistik blog

 
Support : Creating Website | Mi Ma'arif Keji | Mi Ma'arif Keji
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. MI KEJI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mi Ma'arif Keji