MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) MA'ARIF KEJI BERWAWASAN GLOBAL BERAKHLAQ SALAFY VISI TERWUJUDNYA GENERASI YANG BERTAQWA KEPADA ALLAH SWT. UNGGUL DALAM ILMU, KREATIF DAN BERBUDAYA - MI KEJI
Headlines News :
Home » »

Written By Madrasah Ibtidaiyah Ma'arif Desa Keji on Rabu, 02 Juni 2010 | 16.36

“Pendidikan manusia Indonesia”

Sudah kita ketahui bersama bahwa pendidikan merupakan fundamen dasar suatu peradaban. Pendidikan yang pada hakikatnya merupakan transfer of knowledge dan transfer of value, sudah semestinya menjadi pijakan menata orientasi-orientasi yang hendak dituju ketika membicarakan pendidikan. Sebelum lebih jauh mempersoalkan pendidikan secara metodik, system atau praksis pendidikan, akan lebih urgen membaca pendidikan secara paradigmatic, bahwa konsepsi yang meyangkut orientasi-orientasi ketika kita menelusuri dunia pendidikan sudah semestinya dibongkar untuk kemudian dibaca kembali. Alih-alih ingin memberikan kontribusi terhadap pendidikan yang sekarang ini notabene bermasalah; malahan menjadi bagian dari masalah itu sendiri jika kita tidak selekasnya memahami dan kemudian menemukan konsep dasar secara utuh tentang pendidikan.

Secara substansial, kita perlu mempertanyakan ulang tentang pendidikan itu sendiri. Selama ini kita hanya diajarkan how to learn (bagaimana cara belajar) namun sama sekali tidak dianjurkan untuk menanyakan “why should learn?”. Mempertanyakan untuk apa pendidikan itu? Dan sudah lazim kita harus akui bahwa pendidikan yang notabene transfer of knowledge dan transfer of value tidak seutuhnya berdiri sendiri dan bebas nilai atau bebas kepentingan. Untuk itu sudah menjadi kebutuhan untuk kemudian menemukan relasi-relasi apa dan seperti apa yang kemudian turut menentukan eksistensi pendidikan kita saat ini. Dan bahwa pendidikan adalah ruang social, maka situasi social sangat berpengaruh besar terhadap munculnya pendidikan itu sendiri.

Berpijak dari rumusan diatas, kita tidak akan melepaskan sejarah Indonesia menemukan konteks pendidikannya. Munculnya Politik Etis yang merupakan imbas dari kolonialisme-imperialisme Belanda merupakan pertanda awal ruang kesadaran masyarakat bertemu dengan apa yang dinamakan modernisme. Awal bagi Indonesia bersinggungan dengan konteks pendidikan dunia modern. Terminologi Edukasi, sebagai bagian dari politik etis, tak lebih dari unjuk belas kasih masyarakat terdidik, kepada golongan masyarakat tak terdidik. Namun nyatanya dalam sejarah pendidikan kita, hanyalah mereka yang dalam kategori kelas bangsawanlah yang mampu mengakses pendidikan modern; dan pendidikan pada saat itu memang ditujukan untuk menghamba kepada kepentingan penguasa Kolonial atau sebagai pekerja/pegawai administratif perusahaan-perusahaan Belanda.

Inilah karakter umum dunia pendidikan colonial, dan menjadi permasalahan ketika karakter semacam ini masih tidak berubah sampai sekarang. Munculnya pendidikan formal saat ini dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, tak lebih merupakan supplier terbesar pekerja terdidik guna memenuhi kebutuhan pasar. Kita bisa lihat dari indicator output pendidikan Sekolah Menengah Atas atau yang setara, hampir sebagian besar lulusannya menjadi tenaga buruh murah, atau lari ke sector informal (misalnya mejadi pengusaha kecil menengah) yang merupakan agen terbesar industri yang terkadang jauh /tidak nyambung dari apa yang selama ini mereka pelajari. Artinya pendidikan yang dalam Pembukaan UUD 1945 ditujukan guna mencerdaskan kehidupan bangsa, malahan beralih fungsi tak lebih menjadi agen Kapitalisme-Neoliberal yang kata kuncinya adalah individualisme, propasar, dan persaingan. Pendidikan tak lain hanyalah mencetak robot, karena hakikat kemanusiaannya kian tercerabut. Maka mereka yang kurang beruntung mengakses pendidikan formal akan tersingkir. Karena dengan dalih fasilitas yang otonom dan minim tanggung jawab Negara, saat ini sekolahan-sekolahan formal memajukan dirinya bersaing dengan dunia internasional walaupun tidak memiliki pijakan dasar dan tahapan yang jelas, semisal fenomena Sekolah Bertaraf Internasional. Dan parahnya hanya mereka yang mampu secara material yang bisa menjangkaunya. (silahkan lihat ongkos masuk sekolah SMP-SMA SBI).

Hal diatas hanyalah satu contoh, bagaimana realitas system pendidikan dan orientasi pendidikan kita hari ini berjalin kelindan dengan konteks perkembangan masyarakat Indonesia saat ini. Bukannya kemajuan sumber daya manusia Indonesia yang terjadi malahan ketimpangan yang semakin lebar (Kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.).

Maka desain pendidikan saat inilah yang seharusnya kita pertanyakan. Kepada siapa sesungguhnya pendidikan itu harus berpihak? Untuk apa dan bagaimana pendidikan itu semestinya? Inilah pertanyaan mendasar yang selekasnya kita cari jawabannya untuk kemudian menata ulang bangunan pendidikan yang sesuai dengan konteks manusia Indonesia hari ini. []

*Arief Dwi Purnomo
Pemateri Pelatihan Jurnalistik MI Maarif Desa Keji Kec. Ungaran Kab. Semarang
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Popular Posts

LANGUAGE

logo

logo

Statistik blog

 
Support : Creating Website | Mi Ma'arif Keji | Mi Ma'arif Keji
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. MI KEJI - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mi Ma'arif Keji